Jakarta, Mediaprospek.com – Penyeimbang perpolitikan dunia, Vladimir Putin kembali memimpin Rusia usai menangi Pemilihan Presiden untuk kelima kalinya hingga 2030.
Hasil Pilpres Rusia 2024 dimenanginya dengan raihan suara yang tinggi, bahkan melebihi raihan suara sebelumnya yang sebesar 76,7 persen yang kali ini, Putin mendapat 87 persen suara.
Dilansir BBC, 19 Maret lalu, tak ada oposisi yang kuat di Rusia karena Kremlin mengatur politik dan pers dengan ketat. Pada suasana seperti itulah Putin meraih kemenangan telak di pemilu.
Kini, usia Putin sudah 71 tahun. Dia sudah menjadi orang nomor satu di Rusia sejak 1999. Dengan terpilihnya dia di periode kelima ini, dia sudah menjadi pemimpin Rusia yang berkuasa paling lama sejak era Joseph Stalin.
Putin juga bisa melewati rektor diktator Soviet Joseph Stalin itu, demikian dilaporkan BBC.
Putin bersumpah akan terus melanjutkan invasi ke Ukraina. Perang di Ukraina kini memasuki tahun ketiga sejak invasi 24 Februari 2022.
Banyak orang di Rusia awalnya memperkirakan Rusia akan menang telak dan cepat, tetapi ini tidak terjadi dalam Perang Ukraina.
Vladimir Putin dilantik kembali menjadi Presiden di Istana Kremlin pada Selasa (7/5/2024) waktu setempat. Negara-negara Barat tidak mengirimkan wakilnya ke Kremlin dengan aksi boikot.
Dilansir AFP dan Reuters, Kamis (7/5/2024), seremoni pengambilan sumpah dan pelantikan Putin di Kremlin pada Selasa (7/5) ini diboikot oleh Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat.
“Tidak, kami tidak akan mengirimkan perwakilan pada pelantikannya,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, pada Senin (6/5).
“Kami tentu saja tidak menganggap pemilu itu bebas dan adil, namun dia adalah Presiden Rusia dan dia akan terus melanjutkan kapasitasnya,” ujarnya.
Istana Kremlin (AP Photo)
Inggris, Kanada, dan sebagian besar negara Uni Eropa juga memutuskan untuk memboikot pelantikan Putin. Meskipun Prancis mengatakan akan mengirimkan Duta Besarnya.
Ukraina, yang sedang berperang dengan Rusia, menyebut seremoni pelantikan itu bertujuan menciptakan “ilusi legalitas bagi seseorang yang berkuasa hampir seumur hidup, yang telah mengubah Federasi Rusia menjadi negara agresor dan rezim yang berkuasa menjadi diktator”.
(mzr/dtc)