Banjarmasin, mediaprospek.com — Di tengah hiruk pikuk modernisasi, sebuah inisiatif luar biasa dari mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Kalimantan Selatan (UNUKASE) berhasil menyoroti kekayaan intelektual tersembunyi dalam warisan budaya lokal.
Masjid Tughfaturraghibin, atau lebih akrab disapa “Masjid Kanas”, yang berdiri kokoh di Alalak Tengah, Banjarmasin Utara, bukan sekadar situs ibadah bersejarah, melainkan sebuah prasasti hidup yang merekam prinsip-prinsip matematika kuno, terjalin erat dengan filosofi dan tradisi masyarakat Banjar.
Penelitian etnomatematika ini melampaui pengamatan fisik bangunan, menyelami bagaimana masyarakat Banjar secara intuitif menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari mereka, jauh sebelum istilah “matematika” itu sendiri dikenal luas.
Temuan ini menegaskan, ilmu pengetahuan tidak selalu berwujud formula kompleks, melainkan dapat termanifestasi dalam kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.
Geometri dan Simbolisme:
Makna di Balik Ornamen Klasik
Fokus utama penelitian ini tertuju pada arsitektur Masjid Kanas yang klasik, yang ternyata menyimpan pola-pola matematika yang menakjubkan.
Dari simetri proporsional bangunan yang menciptakan keseimbangan visual, hingga detail geometri rumit dalam ukiran kayu yang menghiasi setiap sudut, semuanya menunjukkan pemahaman mendalam akan ruang dan bentuk.
Salah satu temuan paling mencolok adalah bentuk “kanas” (nanas) yang menghiasi atap kubah masjid.
Selvi, salah seorang mahasiswa peneliti dari UNUKASE, menjelaskan, ornamen ini bukan sekadar estetika belaka.
“Bentuk kanas dengan lengkungan khasnya adalah simbol yang kaya makna. Ia tidak hanya menunjukkan elemen geometris yang unik, tetapi juga dapat ditafsirkan sebagai simbol pembersihan diri,” ujarnya.
Interpretasi ini menyoroti keterpaduan harmonis antara nilai estetika, filosofi spiritual, dan prinsip matematika dalam satu wujud budaya yang utuh.
Ini membuktikan bagaimana masyarakat Banjar mampu mengintegrasikan konsep abstrak ke dalam objek sehari-hari dengan makna yang mendalam.
Navigasi dan Numerasi : Bukti Kecerdasan Spasial dan Temporal
Penelitian ini juga mengungkapkan kecerdasan spasial dan temporal masyarakat Banjar.
Lokasi strategis Masjid Kanas yang terletak di titik temu anak-anak sungai menuju Sungai Barito bukanlah kebetulan. Ini menunjukkan pemahaman tata ruang dan geografi yang akurat yang dimiliki masyarakat setempat, memanfaatkan jaringan sungai sebagai jalur transportasi dan pusat peradaban.
Merupakan bukti nyata bagaimana mereka menerapkan konsep topologi dan navigasi alamiah dalam kehidupan mereka.
Lebih jauh, keberadaan ukiran Arab pada salah satu tiang masjid yang mencantumkan tanggal pendirian: “Hari Ahad, 11 Muharram 1347 Sanah”, menjadi bukti tak terbantahkan akan kemampuan numerasi dan pemahaman kalender Hijriyah yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Banjar.
Kemampuan mereka dalam membaca dan memahami penanggalan ini jauh sebelum era digital membuktikan, konsep waktu dan perhitungan telah menjadi bagian integral dari identitas budaya mereka.
Masjid Kanas: Lebih dari Sekadar Tempat Ibadah
Ustadz Muhammad Lutfi, Ketua Ta’mir Masjid Kanas, menyambut baik penelitian ini, menekankan pentingnya menggali dan melestarikan kearifan lokal.
“Anak-anak muda kita harus lebih sering menggali nilai-nilai lokal seperti ini. Karena dalam sejarah dan simbol-simbol itu tersimpan ilmu yang sangat berharga, meski tak tertulis dalam buku,” tuturnya.
Ia juga mengamini makna filosofis simbol kanas, “Seperti nanas yang bisa membersihkan karat pada besi, orang yang datang ke masjid ini diharapkan hatinya juga ikut bersih. Inilah nilai spiritual yang kami jaga,” katanya.
Rencana untuk mempresentasikan hasil penelitian ini dalam forum diskusi akademik dan mengembangkannya menjadi media pembelajaran matematika kontekstual berbasis budaya lokal Kalimantan Selatan adalah langkah progresif.
Pendekatan etnomatematika ini mengubah paradigma, menjadikan Masjid Kanas tidak hanya sebagai situs ibadah, tetapi juga laboratorium ilmu pengetahuan hidup dan identitas budaya Banjar yang berharga.
Penelitian ini menjadi bukti nyata bahwa warisan budaya lokal memiliki potensi tak terbatas sebagai sumber ilmu pengetahuan yang relevan dengan pembelajaran modern.
Ia membuka mata kita untuk melihat bahwa matematika tidak hanya ada di buku teks, melainkan juga terukir dalam sejarah, arsitektur, dan tradisi yang membentuk kehidupan kita. ( Rilis)