Banjarmasin, mediaprospek.com – Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina yang juga Ketua Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI) menjadi narasumber pada South and South East Asia City-Wide Inclusive Sanitation (CWIS) Forum, terpusat di Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat, Senin (13/01/25).
Pada kesempatan tersebut, Ibnu Sina menekankan pentingnya isu sanitasi dalam mewujudkan kota yang layak huni dan berkelanjutan. Dalam paparan, Ia menyoroti target minimal 80% sanitasi yang tuntas sebagai syarat penting yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menuju kota sehat.
“Kota yang nyaman dan layak huni harus memiliki minimal 80 persen sanitasi selesai. Tidak ada lagi jamban di sungai atau sanitasi yang tidak layak. Kita dorong pembangunan sistem sanitasi komunal,” ujarnya.
Dirinya mengingatkan, kota yang layak huni adalah kota yang tidak hanya menyediakan air minum yang bersih dan memadai, tetapi dari segi pengelolaan air limbahnya pun harus baik.
Sebagai kota percontohan, Banjarmasin memiliki perusahaan daerah pengelolaan air limbah yang menjadi satu-satunya di Indonesia selain DKI Jakarta. Perusahaan itu berhasil melayani 7.000 dari total kapasitas 17.000 sambungan rumah, “Ini adalah bukti komitmen kota kami dalam memberikan solusi sanitasi berkelanjutan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ibnu Sina menuturkan AKKOPSI saat ini telah menaungi 492 kepala daerah yang peduli terhadap isu sanitasi. Aliansi ini berperan penting dalam mendorong komitmen daerah untuk mencapai target sanitasi sesuai dengan visi RPJM, yaitu 100% akses air minum layak, 0% sanitasi buruk, dan 100% sanitasi layak.
Kendati begitu, dirinya tak menampik, tantangan dalam komitmen pemerintah daerah menjadi hal yang krusial dalam menuntaskan persoalan tersebut. Dengan dukungan dari berbagai kementerian, termasuk Kemenkes dan PUPR, AKKOPSI berkomitmen menjadikan sanitasi sebagai prioritas utama.
“Kadang perhatian kepala daerah terpecah pada infrastruktur lainnya. Padahal, jika sanitasi selesai, kota akan lebih sehat dan berkelanjutan,” jelas Ibnu.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC, Dr Bernadia Tjandradewi, menyoroti pentingnya sanitasi inklusif dalam sebuah wawancara terkait event internasional yang digelar organisasi tersebut.
Menurutnya, meski beberapa negara seperti Nepal dan Bangladesh telah menunjukkan keberhasilan, Indonesia masih belum mencapai target 100% akses sanitasi, dengan capaian saat ini berada di angka 80%.
“Ini harus menjadi komitmen bersama, bukan hanya pemerintah daerah, tetapi juga stakeholder lainnya,” katanya.
Untuk itu, Dr Bernadia menekankan pentingnya kolaborasi melalui jaringan luas UCLG ASPAC untuk mereplikasi Best-Practice dan teknologi di kawasan Asia Pasifik. (Hus/Mal/May).