Jakarta, Mediaprospek.com – Berdasarkan laporan dari BBC, Rabu (20/3/2024), seorang penumpang pria asal California yang bernama Cuong Tran bersaksi terkait pesawat Boeing 737 Max 9 milik Alaska Airlines yang meledak di udara dan ada lubang dalam penerbangan.
Tran tidak bisa melupakan dengan mudah situasi yang terjadi pada 5 Januari dalam penerbangan dari Portland, Oregon dan seharusnya menuju Ontario, California, AS itu.
Dia hanya berjarak beberapa centimeter dari lubang menganga yang muncul saat jendela yang tidak terpakai terlepas di tengah penerbangan.
Dia mengisahkan situasi saat itu bikin dia berpegang erat. Dalam pikirannya, cuma ada satu yang terlintas: bertahan hidup.
Tran mengatakan dia diselamatkan seat belt. Dia masih memakainya kala insiden itu terjadi.
Tetapi, ponsel, kaus kaki, dan sepatunya terlepas akibat dekompresi yang tidak terkendali di ketinggian 16.000 kaki di atas Portland itu.
Dia salah satu dari tujuh penumpang yang mengajukan gugatan terhadap Boeing, Alaska Airlines dan Spirit AeroSystems. Perusahaan-perusahaan tersebut menolak berkomentar.
Gambar-gambar yang dibagikan secara online menunjukkan sebuah lubang lebar di bagian samping pesawat Boeing 737 Max 9. Terlihat pula masker oksigen yang menggantung di langit-langit pada tanggal 5 Januari.
Dalam penyelidikan awal, regulator AS menemukan empat baut penting yang berfungsi untuk menahan sumbat pintu atau jendela hilang dari penerbangan menuju Ontario, California.
Tak satu pun dari 177 penumpang dan kru di dalam pesawat yang tewas. Namun Tran, yang duduk di sebelah temannya satu baris di belakang bagian yang meledak, menderita luka-luka termasuk luka robek di kakinya.
Boeing 737 Max 9 milik Alaska Airlines
Tran, korban Boeing 737 Max 9 milik Alaska Airlines (Foto: BBC)
Berbicara kepada BBC, Tran, 40 tahun, mengatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi tak lama setelah lepas landas, saat ia biasanya bersiap-siap untuk tidur.
“Kapten mengatakan bahwa kami telah melewati ketinggian 10.000 kaki. Kemudian terjadi ledakan dan saya ingat tubuh saya terangkat ke atas. Kemudian, seluruh tubuh bagian bawah tersedot ke bawah oleh angin yang menderu-deru,” dia mengisahkan.
Tran mengatakan bahwa dekompresi berlangsung sekitar 10 atau 20 detik. Dia menggambarkan melihat ke sekeliling penumpang lain yang tidak percaya dengan apa yang terjadi.
“Itu mungkin pertama kalinya dalam hidup saya, saya merasa tidak memiliki kendali atas segalanya. Saya tidak percaya dengan semua situasi yang terjadi,” kata Tran.
“Perasaan tanpa kendali itu cukup menakutkan. Hisapannya begitu kuat dan saya bertahan untuk hidup. Kedua sepatu saya akhirnya tersedot keluar, padahal sepatu saya juga cukup ketat,” ujar dia.
“Ponsel saya yang ada di tangan saya hilang,” dia menambahkan.
Pesawat berhasil melakukan pendaratan darurat kembali ke Bandara Internasional Portland dan para penumpang mendapatkan pertolongan dari layanan darurat.
“Mereka mengatakan butuh waktu 30 menit, tapi rasanya seperti lebih lama,” Tran menambahkan.
“Saya tidak memiliki telepon sehingga tidak tahu waktu, jadi saya hanya duduk di sana sambil menatap ke dalam lubang ini dan berharap tidak akan ada kerusakan lagi,” kata dia.
“Itu adalah momen yang paling menakutkan. Tubuh saya mulai pulih, tetapi ada bekas luka besar di kaki saya. Saya tidak tahu apakah itu akan hilang dalam waktu dekat,” kata dia.
Boeing 737 Max 9 milik Alaska AirlinesBoeing 737 Max 9 milik Alaska Airlines (Foto: BBC)
Tran adalah salah satu dari beberapa penumpang yang menggugat Alaska Airlines, Boeing, dan produsen Spirit Aerosystems, mengklaim bahwa kejadian tersebut menyebabkan mereka mengalami cedera fisik dan “tekanan emosional yang serius, ketakutan, dan kecemasan”.
Para penggugat menuntut ganti rugi hukuman, kompensasi, dan ganti rugi umum, meskipun gugatan tersebut tidak menyebutkan jumlahnya.
Spirit Aerosystems, Boeing, dan Alaska Airlines mengatakan tidak akan mengomentari proses hukum yang masih berlangsung.
Pengacara Timothy A Loranger mengatakan kepada BBC bahwa proses litigasi dapat memakan waktu beberapa tahun karena ada banyak orang yang terlibat.
“Kakinya hampir tersedot keluar dari pesawat jika bukan karena sabuk pengamannya. Itu sangat menakutkan,” kata Loranger.
Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Tinggi King County, Washington, dan terpisah dari gugatan penumpang lain yang menuntut Alaska Airlines dan Boeing sebesar USD 1 milyar dengan klaim kelalaian.
Alaska Airlines pada awalnya mengandangkan armada 737 MAX 9 yang terdiri dari 65 pesawat. Kemudian, diikuti oleh perintah Federal Aviation Administration (FAA) agar semua maskapai penerbangan mengandangkan model Boeing tersebut, sekitar 171 di seluruh dunia.
Raksasa industri penerbangan Boeing telah berada di bawah pengawasan ketat dari regulator dengan penyelidikan terhadap standar keselamatan dan kualitas perusahaan dalam proses produksinya.
Pada hari Rabu, NTSB mengatakan akan mengadakan sidang investigasi selama dua hari mengenai insiden tersebut pada awal Agustus.
Namun, pimpinan NTSB Jennifer Homendy mengatakan bahwa Boeing tidak dapat memberikan informasi penting mengenai pekerjaan yang dilakukan pada pesawat Alaska Airlines sebelum kejadian di udara.
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada para pemimpin Senat, Homendy mengatakan bahwa sumbat pintu yang rusak telah dibuka sehingga pekerjaan perbaikan paku keling dapat dilakukan pada bulan September tahun lalu.
Pengerjaan dilakukan di fasilitas Boeing di Renton, Washington, sebelum dikirim ke Alaska Airlines pada 31 Oktober 2023.
“Hingga saat ini, kami masih belum mengetahui siapa yang melakukan pekerjaan membuka, memasang kembali, dan menutup sumbat pintu pada pesawat yang mengalami kecelakaan tersebut,” ujar Homendy.
“Ketiadaan catatan tersebut akan mempersulit penyelidikan NTSB di masa mendatang,” kata dia.
(mzr/kcm)