Jakarta, Mediaprospek.com – Kemarin, RUU Kesehatan telah resmi disahkan menjadi Undang-undang dalam sidang Paripurna DPR RI, Selasa (11/7).
Tercatat, pada sidang itu, dua fraksi yakni Demokrat dan PKS yang mengaku menolak RUU Kesehatan dengan alasan hilangnya mandatory spending dan pembahasan RUU Kesehatan dinilai tidak transparan. Sementara mayoritas fraksi lain menyetujui kelanjutan Undang Undang baru tersebut.
UU Kesehatan ini bisa menjadi jawaban percepatan minimnya dokter dan dokter spesialis di Indonesia yang dilatarbelakangi simplifikasi izin praktik dokter, dengan meniadakan rekomendasi organisasi profesi dan surat tanda registrasi (STR) ke depan berlaku seumur hidup.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pasca RUU Kesehatan disahkan menjadi UU diharapakan pula tenaga kesehatan yang kurang menjadi cukup dan merata.
“Dari perizinan yang rumit menjadi mudah. Memang diperlukan konteks penyederhanaan dan perizinan seperti STR seumur hidup,” kata Menkes, Selasa (11/7).
Menkes juga menjawab keresahan nakes yang dikhawatirkan tidak lagi terlindungi melalui UU Kesehatan baru. Ia memastikan secara khusus jika ada nakes yang terlibat tindakan pidana, bakal melalui pemeriksaan majelis terlebih dulu.
“Dari nakes yang rentan didiskriminasi menjadi dilindungi, nakes memerlukan perlindungan hukum baik dari tindak kekerasan pelecehan maupun perundingan dari sesama,” pungkasnya.
Menkes terbuka terhadap semua penolakan dan saran perbaikan terkait pengesahan RUU tersebut. Katanya, dalam konteks demokrasi, perbedaan pendapat adalah hal yang tidak dapat dihindari.
“Ya saya rasa di alam demokrasi ini teman teman saya sangat menghargai perbedaan pendapat diskursus, (demokrasi) hadiah dari krisis tahun 98. Jadi saya tidak ingin mundur balik, bahwa orang tidak boleh berbeda pendapat,” lanjut Menkes.
“Yang kita sama-sama mesti sadari adalah ia berbeda pendapat itu wajar. Sampaikanlah dengan cara yang sehat dan intelek. Saya sendiri terbuka ini time kalau mau ada yang datang menghadap menyampaikan masukan nyeri keluhan saya mendengar. Nggak akan menutup pintu. WA akan saya balas,” sambungnya.
Persoalan hilangnya mandatory spending juga menjadi hal yang paling disorot, menuai kontra dari berbagai pihak lantaran pemerintah dinilai tidak lagi memprioritaskan kesehatan.
Namun, alokasi anggaran wajib kesehatan dipastikan Menkes akan diganti dengan mekanisme berdasarkan program.
“Kita mempelajari di seluruh dunia mengenai spending kesehatan. Negara paling besar spendingnya Amerika, itu US$ 12.000, rata-rata usianya 80. Kuba dengan US$ 1.900 rata-rata usianya juga 80.”
“Apa yang kita pelajari dari situ? Besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome. Tidak ada data yang membuktikan semakin besar spending, derajat kesehatannya semakin baik,” beber Menkes,
Alih-alih fokus ke besaran dana yang dianggarkan, masyarakat disebutnya perlu fokus kepada outcome yang dihasilkan, yaitu untuk menjadi lebih sehat.
“Kenapa orang spend buat kesehatan? Karena pengen sehat. Kenapa pengen sehat? Karena nggak mau meninggalnya cepat,” imbuhnya.
“Jadi di seluruh dunia orang sudah melihat, harus fokusnya bukan ke spending, fokusnya ke outcome. Fokusnya bukan ke input, fokusnya ke output,” sambungnya.
(mzr/dtc)