Di Kalsel Masih Terdapat 161 Desa Tertinggal

BANJARMASIN, PROSPEK,  Indeks Pembangunan Desa (IPD) menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan status tertinggal, berkembang, dan mandiri. Hasil pengkategorian IPD menghasilkan desa tertinggal sebanyak 161 desa (8,64 persen), desa berkembang sebanyak 1.635 desa (87,71 persen) dan desa mandiri sebanyak 68 desa (3,65 persen). Hal ini berdasarkan hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2018  oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan, pendataan Potensi Desa (Podes) ini dilaksanakan tiga kali dalam 10 tahun. Berdasarkan hasil Podes 2018, di Kalsel tercatat 2.008 wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa yang terdiri dari 1.864 desa, dan 144 kelurahan. Podes juga mencatat sebanyak 153 kecamatan dan 13 kabupaten/kota. Kepala BPS Prov. Kalsel,Ir. Diah Utami,M.Sc, melalui Kepala Bidang Statistik Sosial Agnes Widiastuti,S.Si. ME mengatakan hal itu kepada para wartawan. Rabu (2/1/2019).

Agnes menjelaskan bahwa, IPD disusun berdasarkan lima dimensi, yaitu Dimensi Pelayanan Dasar, Dimensi Kondisi Infrastruktur, Dimensi Transportasi, Dimensi Pelayanan Umum, dan Dimensi Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Pada tahun 2018, semua dimensi penyusun IPD mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2014. Dimensi dengan kenaikan tertinggi adalah Penyelenggaraan Pemerintah Desa, yaitu sebesar 14,58 poin. Sementara dimensi dengan kenaikan terkecil adalah Pelayanan Dasar, yaitu sebesar 1,89 poin.

Ia mengungkapkan bahwa pendataan Podes yang dilaksanakan tiga kali dalam 10 tahun itu dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2018 tadi, terhadap seluruh desa/nagari/kelurahan/Unit Permukiman Transmigrasi (UPT)/ Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT), kecamatan, dan kabupaten/kota.

Wilayah administrasi setingkat desa yang didata harus memenuhi tiga syarat, yaitu, pertama, ada wilayah dengan batas yang jelas, Kedua, ada penduduk yang menetap, dan Ketiga, ada pemerintah desa/kelurahan. Hasil Podes 2018, terdapat 2.008 desa/kelurahan, 153 kecamatan, dan 13 kabupaten/kota. Wilayah setingkat desa terdiri dari 1.864 desa, dan 144 kelurahan.

“IPD adalah indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan desa, dengan skala 0–100. Indeks Pembangunan Desa menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan status tertinggal (kurang dari sama dengan 50), berkembang (lebih dari 50 namun kurang dari sama dengan 75), dan mandiri (lebih dari 75). Indeks Pembangunan Desa hanya dihitung pada wilayah administrasi setingkat desa yang berstatus pemerintahan desa. Pada tahun 2018, sebagian besar desa di Kalimantan Selatan berstatus Desa Berkembang,” katanya

Ia menambahkan bahwa, IPD telah menunjukkan perbaikan status desa. Desa Tertinggal berkurang sebesar 230 desa bila dibandingkan tahun 2014. Sementara itu, Desa Mandiri bertambah sebesar 51 desa. Perbandingan status IPD ini dilakukan untuk desa-desa yang sama dengan tahun 2014, yaitu sebesar 1.864 desa.

“Indeks Pembangunan Desa disusun dari 5 dimensi, yang terdiri dari 12 variabel dan 42 indikator. Semua dimensi penyusun IPD mengalami kenaikan. Dimensi dengan kenaikan tertinggi adalah Penyelenggaraan Pemerintah Desa, yaitu sebesar 14,58 poin. Sementara dimensi dengan kenaikan terkecil adalah Pelayanan Dasar, yaitu sebesar 1,89 poin,” ujarnya.

“Perubahan nilai indikator penyusun IPD cukup bervariasi. Salah satu indikator yang mengalami kenaikan tinggi pada Dimensi Pelayanan Dasar adalah Ketersediaan dan Akses ke SMU Sederajat, dengan meningkatnya jumlah desa yang ada SMU sederajat. Selanjutnya, pada Dimensi Kondisi Infrastruktur, indikator yang mengalami kenaikan paling tinggi adalah Bahan Bakar untuk Memasak, dengan meningkatnya jumlah desa yang ada pangkalan/agen/penjual LPG. Lebih lengkapnya, tiga indikator yang mengalami kenaikan tinggi pada setiap dimensi,” jelasnya.

Pendataan Podes tahun 2018 mengumpulkan beragam informasi, yang meliputi keterangan umum desa/kelurahan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup, bencana alam dan mitigasi bencana alam, pendidikan dan kesehatan, sosial budaya, olahraga dan hiburan, angkutan, komunikasi, dan informasi, ekonomi, keamanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan, serta keterangan aparatur pemerintah desa/kelurahan. Beragam informasi tersebut menunjukkan potensi unggulan dan tantangan pembangunan desa/kelurahan.

“Salah satu potensi unggulan desa/kelurahan adalah potensi wisata. Desa/kelurahan wisata menurut pendataan Podes 2018 adalah sebuah kawasan perdesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Keberadaan desa wisata diatur/ ditetapkan dalam peraturan daerah (Perda) setempat. Pada umumnya, penduduk di kawasan desa wisata memiliki tradisi dan budaya yang khas, serta alam dan lingkungan yang masih terjaga. Pendataan Podes 2018 mencatat bahwa ada 31 desa/kelurahan wisata di Kalimantan Selatan, terbanyak kedua setelah Kalimantan Tengah,” ujarnya.

“Peningkatan jumlah desa/kelurahan wisata diiringi dengan peningkatan fasilitas pendukungnya seperti restoran/rumah makan dan penginapan. Pada tahun 2018, keberadaan restoran/rumah makan terdapat di 158 desa/kelurahan, sedangkan pada tahun 2014 ada 129 desa/kelurahan yang terdapat restoran/rumah makan di wilayahnya. Hal ini berarti terjadi peningkatan keberadaan restoran/rumah makan di desa/kelurahan sebesar 22,48 persen. Sementara itu, peningkatan keberadaan penginapan di desa kelurahan pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2014 adalah sebesar 26,83 persen. Pada tahun 2014 jumlah desa yang terdapat penginapan di wilayahnya hanya sebanyak 82 desa/kelurahan. Sedangkan pada tahun 2018, jumlahnya meningkat menjadi 104 desa/kelurahan,” paparnya.

“Sumber daya manusia merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Peningkatan sumber daya manusia Indonesia harus terus dilakukan. Salah satunya adalah melalui peningkatan ketersediaan fasilitas pendidikan. Selama periode 2014-2018, ketersediaan fasilitas pendidikan di desa/kelurahan terus meningkat, khususnya untuk tingkat TK/RA/BA, SMU/MA, dan SMK. Peningkatan terbesar terjadi pada tingkat SMK, di mana keberadaan SMK meningkat sebesar 15,38 persen. Sedangkan keberadaan TK/RA/BA dan SMU/MA meningkat masing-masing sebesar 5,53 persen dan 9,39 persen,” ungkapnya.

Selanjutnya, pada bidang kesehatan, fasilitas kesehatan yang mengalami peningkatan adalah pada keberadaan polindes, apotek, praktek bidan, dan bidan yang tinggal di desa. Desa/kelurahan dengan keberadaan polindes meningkat sebesar 6,74 persen dibandingkan tahun 2014, yaitu menjadi 412 desa/ kelurahan. Desa/kelurahan dengan keberadaan apotek meningkat sebesar 37,29 persen dibandingkan tahun 2014, yaitu menjadi 162 desa/kelurahan. Desa/kelurahan dengan keberadaan praktek bidan meningkat sebesar 1,01 persen dibandingkan tahun 2014, yaitu menjadi 801 desa/kelurahan. “Sementara desa/kelurahan dengan keberadaan bidan yang tinggal di desa meningkat sebesar 3,58 persen dibandingkan tahun 2014, yaitu menjadi 1.705 desa/kelurahan”, imbuhnya.

Program pemerintah dalam membangun Indonesia dari pinggiran adalah memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, salah satunya dengan meningkatkan ketersediaan akses telekomunikasi. Salah satu langkah pemerintah dalam menyediakan akses telekomunikasi bagi masyarakat adalah dengan membangun Base Transceiver Station (BTS). Hingga tahun 2019, pemerintah menargetkan membangun 5.000 BTS di seluruh Indonesia. Sementara itu, keberadaan BTS di Kalimantan Selatan terus meningkat. Pada tahun 2014, hanya 555 desa/kelurahan yang terdapat BTS di wilayahnya. Sedangkan pada tahun 2018, keberadaan BTS terdapat di 739 desa/kelurahan. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah desa/kelurahan dengan keberadaan BTS sebesar 33 persen selama periode 2014-2018.

Tantangan Desa/Kelurahan

Selain potensi yang dapat dikembangkan, desa/kelurahan juga tidak luput dari beragam permasalahan yang dapat menjadi kendala sekaligus tantangan desa/kelurahan. Salah satu tantangan pembangunan desa/kelurahan yang dihadapi adalah dari segi ekonomi. Seiring dengan globalisasi pasar, peran warung maupun toko yang bersifat tradisional sedikit demi sedikit diambil alih oleh toko modern yang dimiliki oleh pemodal besar.

Toko-toko modern yang menyediakan berbagai macam barang dalam satu tempat terus menyebar. Jumlah desa/ kelurahan dengan keberadaan mini market terus bertambah, dari dari 117 desa/kelurahan pada tahun 2014 menjadi 183 desa/kelurahan pada tahun 2018, atau meningkat 56,41 persen. Yang memprihatinkan adalah, peningkatan keberadaan mini market ini diiringi dengan penurunan keberadaan kedai/warung makan maupun keberadaan toko/warung kelontong.. “Hal ini menjadi tantangan bagi desa/kelurahan bagaimana keberadaan mini market tidak menggerus pasar yang sudah dimiliki oleh toko/warung tradisional di masa depan,” katanya.

“Tantangan selanjutnya adalah dari segi keamanan. Keamanan lingkungan merupakan salah satu faktor utama kenyamanan suatu wilayah. Keamanan lingkungan salah satunya dapat terganggu karena adanya tindak kejahatan. Pada pendataan Podes 2018 yang dimaksud dengan tindak kejahatan adalah segala tindakan yang disengaja atau tidak, telah terjadi atau baru percobaan, yang dapat merugikan orang lain dalam hal badan, jiwa, harta, benda, kehormatan, dan lainnya serta tindakan tersebut dapat diancam hukuman penjara atau kurungan dalam setahun terakhir. Jenis tindakan kejahatan yang didata adalah pencurian, pencurian dengan kekerasan, penipuan/penggelapan, penganiyaan, pembakaran, perkosaan/kejahatan terhadap kesusilaan, penyalahgunaan/peredaran narkoba, perjudian, pembunuhan, perdagangan orang (trafficking), dan korupsi, serta perkelahian massal. Dari sekian banyak tindak kejahatan yang sering terjadi di desa/kelurahan di Kalimantan Selatan, persentase desa/kelurahan yang di wilayahnya terjadi penyalahgunaan/pengedaran narkoba mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari 11,52 persen pada tahun 2014 menjadi 35,75 persen pada tahun 2018. Hal ini menjadi tantangan bagi desa/kelurahan untuk menanggulanginya di masa depan,” paparnya.

Sekedar diketahui bahwa desa/kelurahan wisata adalah sebuah kawasan perdesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata dan ditetapkan dalam peraturan daerah (Perda) setempat. Jumlah desa/kelurahan wisata di Kalimantan Selatan pada tahun 2018 sebanyak 31 desa/kelurahan. (MZR)

Loading

Check Also

Kinerja Sektor Jasa Keuangan di Kalimantan Selatan pada Januari 2024 Tetap Stabil

Banjarmasin, mediapropsek.com– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Selatan menilai kinerja sektor jasa keuangan di …